Do'a Wajib Santri

Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."(S. Thoha:114)

Sabtu, 30 Mei 2015

Nomor yang AndaTuju sedang Tidak Aktif!


Mungkin anda pernah merasakan kekesalan di saat anda menelepon seseorang dalam keadaan yang sangat penting dan bersifat darurat, namun tanpa alasan yang jelas di ujung telepon hanya ada jawaban, “Telepon yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area, cobalah beberapa saat lagi?”. Demikian diantara jawaban yang biasa kita dengar ketika menghubungi telepon yang tidak bisa dihubungi.
Sejenak kemudian, karena pentingnya suatu urusan kita kembali menghubungi telepon tersebut dan hanya mendapat jawaban yang sama. Bahkan tidak jarang jawaban yang muncul bernada, “Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, silahkan isi ulang pulsa anda”.
Dilain kesempatan suatu ketika dalam mengendarai motor, anda di paksa parkir oleh seorang polisi. Kemudian sang polisi menanyakan berbagai surat yang diperlukan, akan tetapi karena suatu hal semua surat yang biasanya anda bawa kebenaran tertinggal dirumah tanpa disadari sebelumnya. Pada saat itu sepintas yang kita butuhkan adalah surat kendaraan yang tertinggal di rumah, lalu dengan sigapnya kita mengambil ponsel anda dan menelepon isteri atau siapa saja yang mungkin ada di rumah anda, dengan harapan masalah anda segera dapat diatasi tanpa masalah. Bisa juga anda menelepon seseorang teman atau keluarga yang juga anggota polisi yang dianggap dapat memberikan bantuan untuk lepas dari jeratan masalah atas kealpaan kita dalam mengendarai sepeda motor.
Disaat saat itu muncul kegundahan karena kita sangat memerlukan pertolongan orang yang kita telepon, karena anggapan kita memang dia yang bisa menjadi harapan kita untuk suatu keperluan. Namun sebenarnya persoalan yang muncul bukan karena telepon yang tidak aktif, atau karena pulsa yang tidak mencukupi akan tetapi kebutuhan kita yang belum disadari sepenuhnya.
Disaat kita menekan tombol-tombol untuk menelepon seseorang sesunguhnya ada sinyal yang kita perlukan terlebih dahulu, bukan karena HPnya yang tidak aktif atau karena surat surat kendaraan yang tertinggal. Kebutuhan kita saat itu hanya ada seketika kita memerlukan sesuatu untuk suatu keperluan. Keperluan juga sebenarnya tidak kita pahami sebelumnya atau justru yang kita butuhkan bukan seperti yang kita pikirkan.
Pikiran kita memahami suatu kebutuhan sekedar apa yang pernah kita lihat dan kita rasakan. Diluar itu sesunguhnya manusia sangat terbatas untuk memahaminya.
Menarik untuk di analisa perihal tersebut jika dihubungkan antara kebutuhan yang sebenarnya dengan keinginan kita yang biasa diucapkan dalam do’a kita. Kita senantiasa berdo’a tetapi kita tak memahami kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Dalam kasus diatas sebenarnya yang kita butuhkan adalah menghindari kejadian tersebut supaya tidak menemui masalah, sebab itu kebutuhan ini hanya ada ketika kecenderungan anggota badan kita untuk menjauhi peristiwa tersebut jauh sebelum terjadi supaya dapat di hindari. Artinya telepon yang tidak aktif karena kebutuhan kita sebenarnya terletak pada esensi kemudahan atau menghindari hal tersebut sebelum terjadi. Esensi ini berarti kita membutuhkan Allah (Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.. QS. Al Fathir:15) dan bukan membutuhkan manusia atau bentuk barang atau berhala berhala lain yang kita anggap dapat menyelesaikan problem kehidupan.
Bagi kalangan penganut rasionalis maka psikologi yang terbangun dalam dirinya akan melahirkan pembelaan kausalitas dengan pertimbangan pemikiran ilmiah. Argumen yang ada karena kealpaan kita tidak membawa surat-surat penting dalam mengendarai kendaraan bermotor. Untuk menutupi kelapaan tersebut tidak jarang segala cara akan ditempuh tanpa pertimbangan kebenaran yang akan merugikan orang lain, karena tujuan hanya mengatasi masalah yang sedang dialami. Padahal berpikir yang paling rasional adalah menyadari segala kekurangan akal budi berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan tidak merugikan orang lain sebagai wujud nyata dari nilai-nilai kemanusiaan.
Padahal dalam konsep Islam, pemakaian do’a yang disampaikan dapat mencukupi segala kekurangan dan mengatasi masalah jauh sebelum datangnya persoalan. Sebab segala informasi yang akan datang sudah dapat dipelajari dalam ruang lingkup kajian pada istilah “Islam rahmatal lil ‘alamin”. Namun manusia yang mengaku rasional sering melupakan bahwa ia dapat berpikir atas apa yang akan terjadi berdasarkan informasi sebelumnya.
Informasi yang ditemui baik dalam bentuk teks (al Qur’an dan Hadits) ataupun gejala alam dan sosial sebenarnya tak mungkin dapat dipahami sebelum informasi sampai kepadanya. Sebuah contoh; proses penguburan kedalam tanah atas seseorang yang meninggal dunia tak mungkin ada, sebelum informasi burung gagak yang memberikan contoh mematuk, menggali tanah untuk menguburkan temannya yang terbunuh setelah berkelahi pada masa Nabi Adam dan puteranya.
Do’a sebagai gelombang suara
Pada hakikatnya pengetahuan manusia tak akan ada tanpa ada informasi sebelumnya. Buktinya seorang bayi tak akan mengenal warna atau bentuk apapun sebelum sang bayi diperkenalkan oleh lingkungan atau orang tuanya. Artinya manusia hanya mendapat pengetahuan setelah ia mempelajari atas simbol-simbol informasi yang mereka terima melalui penginderaan. Karena simbol simbol informasi tersebut jumlahnya sangat banyak, sementara kemampuan manusia terbatas, maka manusia hanyalah mendapatkan ilmu sedikit sekali. Sebab itu pungsi do’a sebenarnya adalah sebagai bukti penghambaan kepada Sang Kholiq dan kerelaan manusia untuk mengakui segala keterbatasannya. Dalam hadits dikenal dengan pengertian bahwa do’a adalah intisarinya ibadah. Disisi lain do’a juga sebagai sebuah sistem yang ghaib untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi atau menutupi kekurangan manusia dalam berpikir untuk mengatasi beragam persoalan yang bakal terjadi dikemudian hari.
Kalau demikian, seandainya seseorang yang mengaku dirinya sebagai bagian dari hamba Allah, kemudian dalam aplikasi aktivitasnya sedikit saja meremehkan tentang kekuatan do’a maka sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang sombong. Hal ini disebabkan manusia seperti ini tidak menyadari sepenuhnya atas kekurangan atau kelemahan dirinya. Sebuah kesalahan besar selama ini sebagian mengetahui bahwa berdo’a sebaiknya setelah dilakukan usaha yang maksimal, padahal berdo’a seharusnya dilakukan sebelum pekerjaan dilakukan. Sebab tak satupun aktivitas dalam ajaran Islam tanpa diawali dengan berdo’a, bahkan do’a senantiasa dilakukan dua kali dalam satu perbuatan, yakni sebelum dan sesudah pekerjaan dilakukan.
Jika kita belajar dari do’a sebagaimana analisis diatas dalam kaitannya dengan sinyal telepon, maka manusia modern juga tak akan mengenal sinyal  gelombang suara di udara sebelum diperkenalkan kepada manusia melalui pelajaran atau informasi tentang do’a dalam teks al Qur’an dan Hadits. Seorang yang berdo’a akan menggunakan gelombang suara untuk disampaikan kepada siapa dan apa yang dido’akannya. Akan tetapi do’a disampaikan bukan langsung kepada orang sesuai dengan tujuannya tetapi melalui pusat operator yakni Allah SWT sebagai pengendali dan pemilik sinyal.
Dalam konteks telepon dan do’a maka pertalian keduanya mempunyai kesamaan dalam proses pemakaiannya. Dimana unsur telepon identik dengan sholat sama pungsinya dengan alat, materi do’a yang di sampaikan sama halnya dengan materi pembicaraan telepon dengan sinyal yang sama namun beda tujuan. Do’a langsung kepada Allah SWT sementara materi pembicaraan menelepon langsung kepada orang yang diinginkan, walaupun semua semata mata atas izin Allah sebagai pemilik dan pemelihara tunggal.
Menurut teori gelombang, panjangnya gelombang berada pada frekwensi 0.5 hz sampai 100 hz. Jika dhubungkan dengan menelepon seseorang dengan kondisi psikologi seseorang maka saat menelepon rata-rata pada frekwensi 8 hingga 10 hz. Pada gelombang ini seseorang yang sedang ditelepon ada dalam keadaan aktif dengan frekwensi yang relatif banyak gangguan secara teknis. Sehingga tidak jarang interaksi dalam gelombang suara sering mengalami gangguan.
Sementara dalam realisasi do’a dan zikir akan bekerja pada frekwensi 0,5 sampai 4 hz, dimana kondisi seseorang ada pada kondisi yang tenang dan khusu’. Itulah sebabnya jika kondisi kita senantiasa sadar diri dan hanya mempunyai hubungan dan harapan kepada Allah SWT maka berbagai kesulitan secara alami namun atas izin Allah akan mendapat berbagai kemudahan dalam menghadapi berbagai persoalan.
Secara teknis dengan bekerja pada gelombang delta (0,5 sampai 4 hz) maka semua persoalan akan di hadapi secara tenang dan penuh perhitungan secara matematis maupun secara psikologi. Namun sebaliknya jika kita bekerja dengan kondisi gelombang dalam diri kita pada posisi diatas gelombang tersebut, maka kesan dan penampilan aktivitas sehari-hari penuh dengan emosi dan sering dengan pertimbangan pemikiran yang salah.
Sebab itu kedekatan seseorang dengan Allah SWT akan menjaga dirinya dari radiasi jahat. Bahkan tak jarang sebuah persoalan yang akan datang dapat diselesaikannya sebelum masalah masalah tersebut datang di hadapannya. Artinya di sini kecerdasan spiritual seseorang akan bekerja melebihi prilaku kausalitas yang terjadi. Sebab itu dalam kasus kegundahan telepon yang tidak aktif bukan persoalan prinsip, sebab polisi yang memberhentikan kendaraan kita sudah ditelepon Allah untuk tidak bertugas di jalan yang kita lewati. Begitulah kecanggihan do’a tak dapat dikalahkan oleh pemikiran rasional dan teknologi mutakhir sekalipun, sebab itu do’a adalah senjatanya orang beriman.
(Ahirman Rasyid)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar